Minggu, 05 Juni 2016

Ulumul Qur’an II



FAWĀTIHU AL-SUWAR DI DALAM AL-QUR’AN
Makalah
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Ulumul Qur’an

Dosen Pengampu :
KH. Luthfi Thomafi, Lc







Oleh :
MuhamadFachriDzulfikar
NIM: 2014.01.01.272



FAKULTAS  USHULUDDIN
PROGRAM STUDI ILMU QUR’AN DAN TAFSIR
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) AL ANWAR
SARANG REMBANG
2015

FAWĀTIHU AL-SUWAR DI DALAM AL-QUR’AN
Oleh: Muhamad Fachri Dzulfikar
I.     Pendahuluan
Al-Qur’an adalah kitab suci Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Ṣalla Allah ‘Alaihy wa Sallammelalui malaikat Jibril dan merupakan mukjizat dari-Nya. Kitab suci tersebut diturunkan kurang lebih dalam kurun waktu 23 tahun. Kedudukan al-Qur’an sangat tinggi, karena eksistensinya berperan sebagai petunjuk umat manusia dalam melangsungkan hidupnya sesuai dengan ajaran yang benar, bahkan menjadi rujukan utama dalam ajaran islam.
Al-Qur’an merupakan kitab suci istimewa, karena tidak ada seorangpun yang bisa menandingi kitab tersebut. Pembahasan Fawatihu al-Suwar, sebagian ulama memahaminya sebagai rahasia yang hanya diketahui Allah. Ada juga yang melihat persoalan ini sebagai suatu rahasia yang juga dapat diketahui manusia disamping Allah Subḥānahu wa Ta’ālā.
II.     Pembahasan Fawatihu al-Suwar
Secara bahasa, fawatih al-suwar adalah pembukaan-pembukaan surat yang terdapat dalam al-Qur’an, karena posisinya terletak diawal surat dalam al-Qur’an. Seluruh surat dalam al-Qur’an di buka dengan sepuluh macam pembukaan dan tidak ada satu suratpun yang keluar dari sepuluh macam tersebut.[1]
            Beberapa ulama telah melakukan penelitian tentang fawatih al-suwar dalam al-Qur’an, diantaranya adalah imam al-Qasthalani, beliau membagi kepada sepuluh macam. Sementara ibnu Abi al-Isba juga telah melakukan penelitian dan beliau membagi kepada lima macam saja.[2] Dan dalam pembahasan ini kami akan mengetengahkan pendapat al-Qasthalani:
Adapun sepuluh macam menurut beliau adalah :
A.      Pembukaan pujian kepada Allah Subḥānahu wa Ta’ālā. Pujian kepada Allah ada dua macam yaitu:
1.        Menetapkan sifat-sifat terpuji(الاٍثبات الصفات الماض) dengan:
a.         Memakai lafald hamdalah, yakni dibuka denganالحمد للّه yang terdapat dalam lima surat.[3]
b.         Memakai lafaz تبارك terdapat dalam dua surat.[4]
2.        Mensucikan Allah dari sifat-sifat negatif(تشبح عن صفات نقص)dengan menggunakan lafaz tasbih (يسبح, سبح, سبح, سبحن). Sebagaimana terdapat dalam tujuh surat.[5]
B.       Pembukaan dengan panggilan (الإستفتح بنداْ). Nida disini ada tiga macam, yaitu: Nida untuk nabi, misalnya, (يااييها النبي) terdapat dalam tiga surat. Nida untuk mukminin (ياايها الذين امنوا) terdapat tiga surat. Nida untuk manusiat(ياايها الناس)terdapat dalam dua surat.
C.       Pembukaan dengan huruf-huruf terputus (الاستفتح بالاحرف المنقطعه). Pembukaan dengan huruf-huruf ini terdapat dalam 29 surat dengan memakai 14 surat tanpa diulang yaitu:أ,ي, ه, ن, م, ل,ق, ط, ع, ص, س, ر,ح . Penggunaan huruf-huruf diatas dalam fawatih al-suwar disusun dalam 14 rangkaian, yang terdiri dari beberapa bentuk. Penjelasan tentang huruf-huruf ini ada pada paragraf tersendiri setelah kesepuluh jenis fawatih al-suwar tersebutkan.
D.      Pembukaann dengan sumpah (الإستفتاح بقسام)terdapat dalam 16 surat dibagi kepada tiga bagian sebagai berikut:
a.         Sumpah dengan benda angkasa, misalnya: Qs. An-Najm, Qs.Ath-thariq, dan lain-lain.
b.         Sumpah dengan benda bawah, misalnya: QS.At-Tin, QS.Al-‘Adiyat, dan lain-lain.
c.         Sumpah dengan waktu, misalnya: Qs.Al-‘Asr, Qs.Al-Lail, dan lain-lain.
E.       Pembukaan dengan kalimat jumlah khabariyah ada 23 surat dan dibagi menjadi dua macam sebagai berikut:
a.         Jumlah ismiyah, jumlah ismiyah menjadi pembuka surat yang terdiri dari 11 surat, yaitu: بَرَاءَةٌ مِّنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ (QS. At-taubah), سُورَةٌ أَنزَلْنَاهَا وَفَرَضْنَاهَا (QS.An-Nur).
b.         Jumlah Fi’liyah, jumlah fi’liyah yang menjadi pembukaan surat terdiri dari 12 surat, yaitu: يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْأَنفَالِ (QS. Al-Anfal), قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ (QS. Al-Mukminun) dan lain-lain.
F.        Pembukaan dengan syarat (الإستفتاح بالشرط). Terdiri dari tujuh surat, yaitu: إِذَا الشَّمْسُ كُوِّرَتْ (QS.At-Taqwir),  إِذَا السَّمَاءُ انفَطَرَتْ (QS.Al-Infithar), dan lain-lain.
G.      Pembukaan dengan kata perintah. Adapun pembukaannya terdiri dari 6 surat, yaitu: dengan kata قُلْ أُوحِيَ, اقْرَأْ, قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ, قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ, قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ, قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ
H.      Pembukaan dengan pertanyaan (al-Istiftaf bil Istifham). Bentuknya ada dua dan terdapat empat surat dalam al-Qur’an, yaitu:
a.         Pertanyaan positif, misalnya: هَلْ أَتَىٰ عَلَى الْإِنسَانِ (QS.Al-Insan).
b.         Pertanyaan negatif, misalnya: أَلَمْ نَشْرَحْ لَكَ صَدْرَكَ (Qs.Al-insyirah).
I.         Pembukaan dengan do’a. Ada tiga surat didalam al-Qur’an, misalnya: وَيْلٌ لِّلْمُطَفِّفِينَ (Qs.Al-Muthaffifin).
J.         Pembukaan dengan alasan (al-Istiftah bit-ta’lil). Ada satu surat didalam al-Qur’an, misalnya: لِإِيلَافِ قُرَيْشٍ (Qs.Al-Quraisy).
Setiap macam pembukaan memiliki rahasia tersendiri, sehingga sangat penting untuk kita pelajari. Diantara pembukaan surat itu diawali dengan huruf huruf terpisah (al-Ahruf al-Munqata’ah). Dan orang sering mengidentikan dengan fawatih al-suwar. Dan diantara ulama yang mengidentikannya adalah Manna Khalil al-Qathan dalam karyanya “ Mabahis Fi Ulum al-Qur’an” padahal huruf al-munqatha’ah bagian dari fawatih al-suwar.[6]
Setelah Basmallah, terdapat 29 surat dengan sekelompok huruf, bahkan huruf tunggal yang telah banyak menyebabkan diskusi dan refleksi dalam sejarah pemikiran umat islam. Dilafalkan secara terpisah sebanyak huruf yang berdiri sendiri. Huruf al-munqatha’ah (huruf yang terpotong-potong) disebut fawatih al-suwar (pembukaan surat) menurut As-Suyuthi, tergolong dalam ayat mutasyabihat. Itulah sebabnya banyak telaah tafsiriyah untuk mengungkapkan rahasia yang terkandung di dalamnya.[7] Huruf-huruf yang semacam itu dalam konteks yang tersurat (mantuq al-nash) tidak memberikan pemahaman sama sekali, baik langsung atau tidak. Sehingga atas dasar inilah kemudian para sarjana muslim awal menjadikan fawatih al-suwar sebagai bagian dari ayat mutasyabihat, yang hanya diketahui takwilnya oleh allah semata. Sebagaimana pengetahuan tentang hari kiamat, roh, keadaan dalam rahim,dan sebagainya.
Pembukaan-pembukaan surat dengan huruf munqatha’ah dapat dikategorikan kepada beberapa bentuk:
1.      Terdiri atas satu huruf, terdapat dalam tiga surat, yaitu surat Shad,Qaf dan al-Qalam. Surat pertama dibuka dengan Shad, kedua dengan Qaf, dan ketiga dibuka dengan Nun.
2.      Terdiri dari dua huruf, bentuk ini tedapat dalam 10 surat. Tujuh diantaranya disebut Hawamim yang diawali dengan ha dan mim. Surat-suratnya adalah Ghafir, Fushilat, as-Syura, al-Zukhruf, al-Dukhan, al-jatsiyah, dan al-Ahqaf. Khusus pada as-Syura pembukanya bergabung antara حم dengan عسق, tiga surat lagi adalah surat يس, طه dan طس.
3.      Terdiri dari tiga huruf, terdapat pada 13 surat. Enam diantaranya dibuka dengan الم yaitu surat al-Baqarah, al-‘Imran, al-Ankabut, ar-Rum, al-Liqman, dan al-Sajdah. Lima surat dibuka dengan الر dalam Yunus, Hud, Yusuf, Ibrahim dan al-Hijr. Surat asy-Syuara dan al-Qashash dibuka dengan طسم.
4.      Terdiri atas empat huruf, yaitu كهيعصpada surat maryam.[8]
Menurut para ulama, bahwa pemakaian huruf-huruf munqatha’ah ini sebagai isyarat bahwa kitab suci tersebut disusun dari huruf hijaiyah yang sudah biasa dikenal oleh masyarakat Arab. Disini lain fungsinya sebagai teguran keras dan bukti atas ketidakmampuan orang-orang kafir untuk membuat sesuatu semisal al-Qur’an. Pendapat ini dijelaskan oleh Zamakhsyari, al-Baidhawi, Ibn Taimiyah dan al-Mizzi. Dalam hal ini terdapat dua kubu ulama yang mengomentari persoalan ini.[9]
Pertama kubu Ulama Salaf, mereka memahaminya sebagai rahasia yang hanya diketahui Allah. As-Suyuthi memandang pendapat ini sebagai mukhtar (terpilih).
Meraka beranggapan bahwa huruf-huruf yang mengawali surat itu sudah dikehendaki Allah sejak zaman azali, dan berfungsi sebagai argument untuk membantahkan kesanggupan manusia membuat yang semisal dengan al-Qur’an.
Kubu kedua, ulama yang dengan kemampuan akalnya melihat persoalan ini sebagai suatu rahasia yang juga dapat diketahui manusia disamping Allah Subḥānahu wa Ta’ālā. Karena itu merekapun memberikan pengertian dan penafsiran kepada huruf-huruf tersebut.




III.     Kesimpulan
Pembahasan Fawatih al-Suwar mempunyai rahasia tersendiri. Huruf al-munqatha’ah (huruf yang terpotong-potong) disebut fawatih al-suwar (pembukaan surat) menurut As-Suyuthi, tergolong dalam ayat mutasyabihat.Huruf-huruf yang semacam itu dalam konteks yang tersurat (mantuq al-nash) tidak memberikan pemahaman sama sekali, baik langsung atau tidak. Mengenai huruf-huruf munqatha’ah  sebagai isyarat bahwa kitab suci tersebut disusun dari huruf hijaiyah yang sudah biasa dikenal oleh masyarakat Arab, ulama berbeda dalam menanggapi hal tersebut. Kubu Ulama Salaf, memahaminya sebagai rahasia yang hanya diketahui Allah. As-Suyuthi memandang pendapat ini sebagai mukhtar (terpilih). Kubu ulama yang lain dengan kemampuan akalnya melihat persoalan ini sebagai suatu rahasia yang juga dapat diketahui manusia disamping Allah Subḥānahu wa Ta’ālā. Karena itu merekapun memberikan pengertian dan penafsiran kepada huruf-huruf tersebut.











Daftar Pustaka
           
Al-Quran.
Anwar,Rasihon. Ulumul Qur’an. Bandung: Pustaka Setia,2006.
Efendi,Nur. Studi al-Qur’an. Yogyakarta: Sukses Offset, 2014.
Siswa, 2011Purna.Al-Qur’ān Kita. Kediri: Lirboyo Press,2011.

Syuyuthi (al) , Jalal al-Din. al-Itqān fī Ulum al-Qur’ān. Beirut: Dār al-Fikr,2012.





[1] Nur Efendi, Studi al-Qur’an, (Yogyakarta: Sukses Offset, 2014.),hal.175.
[2] Jalal al-Din al-Syuyuthi, al-Itqān fī Ulum al-Qur’ān, (Beirut: Dār al-Fikr,2012.),hal.448-4449.
[3] Lihat al-Qur’ān surat: al-Fatihah, al-An’am, al-Kahfi, Saba, al-Fatir.
[4] Lihat al-Qur’ān surat: al-Furqān dan al-Mulk.
[5] Lihat al-Qur’ān surat : al-isra’, al-A’la, al-Hadid, al-Hasr, al-Shaff, al-Jumu’ah, dan al-taqhabun.
[7]Rasihon Anwar, Ulumul Qur’an (Bandung: Pustaka Setia,2006.),134.
[8] Anwar, Ulumul Qur’an, h.136.
[9]Nur Efendi, Studi al-Qur’an, hal.180-181.