Minggu, 05 Juni 2016

Bahtsul Kutub Al Hadīts



Karakteristik Kitab Sunan Abī Dawud

Makalah
DiajukanUntukMemenuhiTugas Mata Kuliah
Bahtsul Kutub Al Hadīts

DosenPengampu:
KH. Abdullah Mubarok, Lc, M.Th.i.,




Oleh:

Ahmad Ulil Albab (NIM: 2014.01.01.)
Muhamad Fachri Dzulfikar (NIM: 2014.01.01.272)






FAKULTAS USHULUDDIN
PRODI ILMU AL QUR’AN DAN TAFSIR
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) AL ANWAR
SARANG REMBANG
2016


Karakteristik Kitab Sunan Abī Dawud
Oleh: Ahmad Ulil Albab dan Muhamad Fachri Dzulfikar
I.                   Pendahuluan
Mempelajari hadith merupakan sesuatu yang sangat urgen, sebab hadith merupakan sumber hukum ke-dua dalam ajaran islam setelah al-Qur`an, hadīts juga merupakan sebagai penjelas al qur’ān, dari segi periwayatan hadīts banyak diriwayatkan dari para Sahabat, Tabi’in, Tabi’it Tabi’in. Dalam meriwayatkan sebuah hadīts tentu mereka tidak sama kualitasnya dari segi kedhobitan, adil, maupun kelengkapan dalam menyebutkan Sanadnya, sehingga hadīts akan tergolong menjadi beberapa jenis dari kualitas Sanad nya ada yang Shohih, Hasan, dan Dloif.
Pada pembahasan kali ini penulis akan memaparkan karakteristik KitabSunan Abī Dawud. Sebagaimana diketahui bahwa Kitab Sunan adalah kitab yang disusun berdasarkan bab-bab hukum seperti taharah, salat, zakat yang bersumber dari Nabi Muhammad Ṣalla Allah ‘Alaihy wa Sallam. Abu Dawud memilih 4.800 hadith yang dimuat di dalam kitanbnya itu (Sunan Abī Dāwud),
II.                 Biografi Abu DawudRaḥimahu Allah
A.    Nama dan Kelahiran Abu DawudRaḥimahu Allah
Nama lengkap Abu Dawud adalah Abu Dawud Sulaiman bin al- Asy’athbin Isḥāq bin basyīr bin Syadad bin ‘Imrān Al-Azdyal-Sijistaniy.[1]Ia dilahirkan pada 202 H di Sijistani.[2]Suatu kota di Basrah. Sebagai ulama yang produktif, beliau selalu memanfaatkan waktunya untuk menuntut ilmu dan beribadah. Namun sangat disayangkan, informasi kehidupan Abu Dawud di masa kecil sangat sedikit. Sedangkan masa dewasanya banyak riwayat yang mengatakan bahwa beliau termasuk ulama Hadith yang terkenal.
Abu Dawud terlahir di tengah keluarga yang agamis. Mengawali intelektualitasnya, ia mempelajari al-Qur’an dan literatur (bahasa) Arab serta sejumlah materi lainnya sebelum mempelajari Hadith, sebagaimana tradisi masyarakat saat itu. Dalam usianya kurang lebih dua puluh tahun, ia telah berkelana ke Baghdad.[3]
Setelah dewasa, beliau melakukan rihlah dengan intensif untuk mempelajari Hadith. Ia melakukan perjalanan ke Hijaz, Syam, mesir, Irak, Jazirah Arab dan Khurasan untuk bertemu ulama-ulama Hadith, antara lain Abu Amr Adh-Dharir, Al-Qa’nabiy, Abu Al-Walid Ath-Thayalisiy, Sulaiman ibn Harb, Imam Ahmad ibn Hambal, dan lain-lain.[4]
Pola hidup sederhana tercermin dalam kehidupannya. Hal ini terlihat dari cara berpakaiannya, yaitu salah satu lengan bajunya lebar dan satunya lagi sempit. Menurutnya, lengan yang ini (lebar) untuk membawa kitab sedang yang satunya tidak diperlukan, kalau lebar berarti pemborosan. Maka tidak heran jika banyak ulama yang semasanya atau sesudahnya memberikan gelar sebagai orang yang Zuhud (mampu meninggalkan hal-hal yang bersifat duniawi) dan Wara’ (teguh atau tegar dalam mensikapi kehidupan).[5]
Abu Dawud berhasil meraih reputasi tinggi dalam hidupnya di basrah, setelah basrah mengalami kegersangan ilmu pasca serbuan Zarji pada tahun 257 H. gubernur basrah pada waktu itu mengunjungi Abu Dawud di Baghdad untuk meminta Abu Dawud pindah ke Basrah. Diriwayatkan oleh al-Kahttabi dari Abdillah bin Muhammad al-Miski dari Abu Bakar bin Jabir (pembantu Abu Dawud), dia berkata: “Bahwa Amir Abu Ahmad al-Muffaq minta untuk bertemu Abu Dawud, lalu Abu Dawud bertanya: “Apa yang mendorong amir ke sini?”, Amir menjadi: “Hendaknya anda mengajarkan Sunan kepada anakanakmu”. Yang kedua tanya Abu Dawud, Amir menjawab: “Hendaknya anda membuat majlis tersendiri untuk mengajarkan Hadits kepada keluarga khalifah, sebab mereka enggan duduk bersama orang umum”. Abu Dawudmenjawab: “Permintaan kedua tidak bisa aku kabulkan, sebab derajat manusia itu baik pejabat terhormat maupun rakyat jelata, dalam menuntut ilmu dipandang sama”. Ibnu Jabir berkata: “Sejak itulah putera-putera khalifah menghadiri majlis ta’lim, duduk bersama orang umum dan diberi tirai pemisah.”[6]
Atas permintaan Gubernur Abu Ahmad tersebut, maka Abu Dawud pindah ke Basrah dan menetap di sana hingga wafat. Pada tahun 275 H Abu Dawud al-Sijistaniy menghembuskan nafas terakhirnya dalam usia 73 tahun atau tepatnya pada tanggal 16 syawal 275 H di Basrah.[7]

B.     Guru dan Murid Abu Dawud Raḥimahu Allah
a.      Guru-gurunya :
Abu dawud meriwayatkan hadith dari Abu Salamah At-Tabudzaki, Abul Walid Ath-Thayalasi, Muhammad bin Katsir Al-Abdi, Muslim bin Ibrahim, Abu Umar Al-Haudhi, Abu Taubah Al-Halabi, Sulaiman bin Abdirrahman Ad-Dimasyqi.
Juga, Said bin Sulaiman Al-Wasithi, Shufyan bin Shaleh Ad-Dimasyqi, Abu Ja’far An-Nuqaili, Ahmad, Ali , Yahya, Ishaq, Qathn bin Nusair, dan masih banyak lagi, baik dari Irak, Khurasan, Syam, mesir, Jazirah maupun dari daerah lain.
b.      Murid-muridnya:
Sebagaimana dikatakan Al-Hafizh murid-muridnya antara lain: Abu Ali Muhammad bin Ahmad bin Amr Al-Lu’lu’, Abu Ath-Thayib Ahmad bin Ibrahim bin Abdirrahman, Al-Asynani, Abu Amr Ahmad bin Ali bin Al-Hasan Al-Bashri, Abu Said Ahmad bin Muhammad bin Ziyad Al-A’rabi, Abu Bakar Muhammad bin Abdurrazaq bin Dassah, Abul Hasan Ali bin Al-Hasan bin Al-Abd Al-Anshari, Abu Isa Ishaq bin Musa bin Said Ar-Ramali Warraqah dan Abu Usamah Muhammad bin Abdil Malik bin Yazid Ar-Ruwas. Mereka adalah perawi Kitab Sunan Abu Dawud dari Abu Dawud.
Sedang Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Ya’qub Al-Mutusti Al-Bashari adalah perawi Kitab Ar-Rad ‘ala Ahl Al-Qadr dari imam Abu Dawud, Abu Bakar Ahmad bin Sulaiman An-Najjar adalah perawi Kitab An-Nasikh wa Al-Mansukh, Abu Ubaid Muhammad bin Ali bin Utsman Al-Ajari Al-Hafidz adalah perawi Kitab Al-Masā`il darinya, dan Ismail bin Muhammad Al-Mudzaffar adalah perawi Musnad Malik dari Imam Abu Dawud.
Termasuk muridnya juga antara lain: Abu AbdurrahmanAn-Nasa`i, Abu Isa Ath-Tirmidzi, Harb bin Ismail Al-Karmani, Zakaria As-Saji, Abu Bakar Ahmad bin Muhammad bin Harun Al-Khallal Al-Hambali, Abdullah bin Ahmad bin Musa Abdan Al-Ahwazi, Abu Basyar Abu Bakar bin Ahmad Ad-Dulabi, Abu Awwanah Ya’qub bin Ishaq Al-Asfarayini, Anak Abu Dawud yang bernama Abu Bakar, Abu Bakar Abdullah bin Muhammad bin Abi Ad-Dunya.
Juga, Ibrahim bin Humaid bin Ibrahim bin Yunus bin Al-Aquli, Abu Hamid Ahmad bin Ja’far Al-Ashfahani, Ahmad bin Ma’la bin Yazid Ad-Dimasyqi, Ahmad bin Muhammad Yasin Al-Harawi, Al-Hasan bin Syahib Asy-Syasyi, Al-Husain bin Idris Al-Anshari, Abdullah bin Muhammad bin Abdil Karim Ar-Razi Ali bin Abd Ash-Shamad Na’imah, Muhammad bin Makhlad Ad-Duri, Muhammad bin Ja’far  bin Al-MustafadhAl-Faryabi, Abu Bakar Muhammad bin Yahya Ash-Shuli dan masih banyak yang lain.[8]


C.    Karya-karya Abu DawudRaḥimahu Allah
Di antara karya-karya yang dihasilkan Abu Dawud adalah:[9]
a.       Al-Marasil, kitab ini merupakan kumpulan Hadith-hadith mursal (gugurperawinya), yang disusun secara tematik, adapun jumlah hadithnya adalah 6000 hadith
b.      Masail al-Imam Ahmad
c.       Al-Naskh wa al-Mansukh
d.      Risalah fi Wasf Kitab al-Sunan
e.       Al-Zuhd
f.       Ijabat al-Salawat al-‘Ajjuri
g.      As’illah Ahmad bin Hanbal
h.      Tasmiyah al-Akhwan
i.        Qaul Adar
j.        Al-Ba’as wa Al-Nusyur
k.      Al-Masa’il allati Halaf ‘Alaihi Al-Imam Ahmad
l.        Dala’il Al-Ansar
m.    Fadha’il Al-Ansar
n.      Musnad Malik
o.      Al-Du’a
p.      Ibtida’ Al-Wahyi
q.      Al-Tafarrud fi Al-Sunan
r.        Akhbar Al-Khawarij
s.       A’lam Al-Nubuwwat
t.        Sunan Abī Dawud.
Dari karya-karya tersebut di atas, yang paling populer adalah KitabSunan Abu Dawud. Menurut riwayat Abu Ali bin Ahmad bin ‘Amr Al-Lu’lui Al-Basri, seorang ulama’ Hadith mengatakan: “Hadits telah dilunakkan Abu Dawud, sebagaimana besi telah dilunakkan Nabi Daud”. Ungkapan tersebut adalah perumpamaan bagi seorang ahli Hadith, yang telah mempermudahyang rumit dan mendekatkan yang jauh, serta memudahkan yang sukar.[10]

III.             Kitab Sunan Abī Dawud
A.    Metodologi Sunan Abī Dawud
Abu Dawud menjelaskan  metode yang dia gunakan dalam kitab sunan. Dia  mengatakan : “ Saya menyebut hadith shahih dan yang serupa dengannya. Dan yang terlalu dha’if akan saya jelaskan. Lebih lanjut beliau mengatakan : “ Dalam kitab sunan yang saya susun ini tidak ada satu hadithpun yang berasal dari perawi yang mathruk. Bila ada hadith munkar, maka saya akan menjelaskan bahwa hadith itu munkar.[11]
Diasebenarnya sudah menulis hadith sebanyak 500.000 hadith. Dari sejumlah hadith itu, dia memilih 4.800 hadith yang dimuat di dalam kitanbnya itu (Sunan Abī Dāwud) jumlah isinya secara terulang adalah 5.274 buah hadith.[12]
Dengan demikian abu dawud mentakhrij dalam kitabnya itu yang shahih dan yang lainnya. Orang-orang menerima baik dan memanfaatkan kitab itu serta memujianya.
Ibn al-A`raby mengatakan: seandainya seseorang tidak memiliki ilmu kecuali mushaf dan kitab ini, maka ia sudah tidak perlu mencari sumber lain.[13]Banyak pakar yang memujinya. Oleh karena itu, kitab itu menempati posisi pertama setelah Shahih Bukhari dan Shahih Muslim.
Kitab Sunan menurut para ahli Hadith adalah kitab Hadith yang disusun berdasarkan bab-bab fiqh, Kitab Sunan ini hanya memuat Hadith-hadith marfu’, tidak memuat Hadith manquf atau maqtu’. Sebagaimana pernyataan Al-Khatani dalam kitab Ar-Risalah Al-Mustatrafah: “Diantara kitab-kitab Hadith adalah kitab-kitab Sunan yaitu kitab Hadith yang disusun menurut bab-bab fiqh, mula-mula dari bab thaharah, shalat, zakat, dan sebagainya, dan di dalamnya tidak terdapat Hadith mauquf.[14]
Metode yang dipakai oleh Abu Dawud berbeda dengan metode yang dipakai oleh ulama-ulama sebelumnya, seperti Imam Ahmad bin Hanbal yang menyusun kitab musnad dan Imam Bukhari dan Muslim yang menyusun kitabnya dengan hanya membatasi pada Hadith-hadith yang shahih saja. Adapun Abu Dawud menyusun kitabnya dengan mengumpulkan Hadith-hadith yang berkaitan dengan hukum (Fiqh), dan dalam menyusunnya berdasarkan urutan bab-bab fiqh. Hadith-hadith yang berkenaan dengan fada’il al-Amal (keutamaan-keutamaan amal). Dan kisah-kisah tidak dimasukkan dalam kitabnya.
B.     Pendapat Para Imam Tentang Imam Abu Dawud
Di antara pandangan positif para ulama terhadap Sunan Abī Dawud tersebut adalah :
a.      Al-Khattabi berkata : “Ketahuilah, Kitab Sunan Abī Dawud adalah sebuah kitab yang mulia yang belum pernah disusun oleh sesuatu kitab yang lain yang menerangkan hadis-hadis hukum sepertinya. Para ulama menerima baik kitab sunan tersebut, kerena ia menjadi hakim antara ulama dan para fuqaha’ yang berlainan mazhab. Kitab itu menjadi pegangan ulama Irak, Mesir, Moroko, dan negeri lain”.
b.      Ibnu Qayyim al-Jauziyah, menyatakan bahwa : “Kitab Sunan Abī Dawud memiliki kedudukan tinggi dalam dunia Islam dan pemberi keputusan bagi perselisihan pendapat.
c.       Ibnu al-‘Arabi, mengatakan: “Apabila seseorang sudah memiliki kitabullah dan Kitab Sunan Abī Dawud, maka tidak lagi memerlukan kitab yang lain”.
d.      Imam al-Ghazali berkata: “Kitab Sunan Abī Dawud sudah cukup bagi para mujtahid untuk mengetahui hadith-hadith hukum”.

Di samping ulama-ulama tersebut yang memberikan penilaian baik atas kelebihan Kitab Sunan Abī Dawud, ada juga ulama hadith yang mengkritik kelemahan yang terdapat di dalam Kitab Sunan Abu Dawud tersebut.
Di antara para ulama yang mengkritik itu adalah seperti Ibnu Hajar al-Asqalani, Imam al-Nawawi dan Ibnu Taimiyah. Kritikan tersebut meliputi:
a.       Tidak adanya penjelasan tentang kualiti sesuatu hadis dan kualiti sanad (sumber, silsilah dalam hadisnya). Sementara yang lainnya disertai dengan penjelasan.
b.      Adanya kemiripan Abu Dawud dengan Imam Hambali dalam hal bertoleransi terhadap hadis yang dha’if yang mana sebilangan kalangan ulama yang lain menilai hadis tersebut sebagai dha’if.
c.       Kritik juga dilakukan oleh Ibnu al-Jauzi, seorang tokoh ahli hadis bermazhab Hambali yang telah melakukan penelitian terhadap kitab Sunan Abu Dawud, dan beliau menemukan hadis yang maudhu’ (palsu) sebanyak sembilan hadis. Namun kritikan tersebut telah dibahas kembali oleh Jalaluddin al-Suyuti dalam kitabnya al-la’ali al-Masnu’ah fi Ahadis al-Maudhu’ah dan Ali bin Muhammad bin Iraq al-Kunani di dalam kitabnya Tanjih al-Syari’ah al-Maudhu’ah. Dalam kitab tersebut dijelaskan kembali hadis-hadis yang dikritik oleh Ibnu al-Jauzi.[15]










IV.             Kesimpulan
Nama lengkap Abu Dawud adalah Abu Dawud Sulaiman Bin al- Asy’as Bin Ishaq Al-Azdy al-Sijistaniy. Ia dilahirkan pada 202 H di Sijistani. Suatu kota di Basrah. Sebagai ulama yang produktif, beliau selalu memanfaatkan waktunya untuk menuntut ilmu dan beribadah. Namun sangat disayangkan, informasi kehidupan Abu Dawud di masa kecil sangat sedikit. Sedangkan masa dewasanya banyak riwayat yang mengatakan bahwa beliau termasuk ulama Hadith yang terkenal.
Diasebenarnya sudah menulis hadith sebanyak 500.000 hadith. Dari sejumlah hadith itu, dia memilih 4.800 hadith yang dimuat di dalam kitanbnya itu (Sunan Abī Dāwud) jumlah isinya secara terulang adalah 5.274 buah hadith.
Kitab Sunan menurut para ahli Hadith adalah kitab Hadith yang disusun berdasarkan bab-bab fiqh, Kitab Sunan ini hanya memuat Hadith-hadith marfu’, tidak memuat Hadith manquf atau maqtu’. Sebagaimana pernyataan Al-Khatani dalam kitab Ar-Risalah Al-Mustatrafah: “Diantara kitab-kitab Hadith adalah kitab-kitab Sunan yaitu kitab Hadith yang disusun menurut bab-bab fiqh, mula-mula dari bab thaharah, shalat, zakat, dan sebagainya, dan di dalamnya tidak terdapat Hadith mauquf.












Daftar Pustaka
Asy’ath, Abu Dawud Sulaiman ,Sunan Abī Dawud, Pakis: Dār al-Fikr, 2011.

Azami, Mustafa, Ilmu Hadits, terj., Jakarta: Lentera, 1995.
Farid, Syaikh Ahmad, 60 Biografi Ulama Salaf, Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar, 2012.
Khathib, (al) Muhammad ‘Ajjaj, Ushūl al Hadīts, terj. Qodirun, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2003.
Mudasir, Ilmu Hadits, Bandung: Pusaka Setia, 1999.





[1]Abu Dawud Sulaiman bin al- Asy’ath, Sunan Abī Dawud, (Pakis: Dār al-Fikr, 2011), 9.
[2]Muhammad ‘Ajjaj al Khathib, Ushūl al Hadīts, terj. Qodirun, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2003), 287.
[3]Mudasir, Ilmu Hadits, (Bandung: Pusaka Setia, 1999, 110.
[4]Al Khathib, Ushūl al Hadīts, terj. Qodirun, 287.
[5]Mudasir, Ilmu Hadith, 110.             
[6]Ibid.
[7]Al Khathib, Ushūl al Hadīts, terj. Qodirun, 287.

[8]Syaikh Ahmad Farid, 60 Biografi Ulama Salaf, (Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar, 2012), 537-538.
[9]Mustafa Azami, Ilmu Hadits, terj., (Jakarta: Lentera, 1995), 142.

[10]Ibid., 142.
[11]Al Khathib, Ushūl al Hadīts, terj. Qodirun, 287.
[12]Ibid., 287.
[13] Ibid., 288.
[14]Mustafa Azami, Ilmu Hadits, 143.
[15]Farid, 60 Biografi Ulama Salaf, Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar, 539.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar