Karakteristik Kitab Sunan Abī Dawud
Makalah
DiajukanUntukMemenuhiTugas Mata Kuliah
Bahtsul Kutub Al Hadīts
DiajukanUntukMemenuhiTugas Mata Kuliah
Bahtsul Kutub Al Hadīts
DosenPengampu:
KH. Abdullah Mubarok, Lc, M.Th.i.,
KH. Abdullah Mubarok, Lc, M.Th.i.,
Oleh:
Ahmad Ulil Albab (NIM: 2014.01.01.)
Muhamad
Fachri Dzulfikar (NIM: 2014.01.01.272)
FAKULTAS USHULUDDIN
PRODI ILMU AL QUR’AN
DAN TAFSIR
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
(STAI) AL ANWAR
SARANG REMBANG
2016
Karakteristik Kitab Sunan Abī Dawud
Oleh: Ahmad Ulil Albab dan Muhamad Fachri Dzulfikar
I.
Pendahuluan
Mempelajari
hadith merupakan sesuatu yang sangat urgen, sebab hadith merupakan sumber hukum
ke-dua dalam ajaran islam setelah al-Qur`an, hadīts juga merupakan sebagai
penjelas al qur’ān, dari segi periwayatan hadīts banyak diriwayatkan dari para
Sahabat, Tabi’in, Tabi’it Tabi’in. Dalam meriwayatkan sebuah hadīts tentu
mereka tidak sama kualitasnya dari segi kedhobitan, adil, maupun
kelengkapan dalam menyebutkan Sanadnya, sehingga hadīts akan tergolong menjadi
beberapa jenis dari kualitas Sanad nya ada yang Shohih, Hasan, dan Dloif.
Pada pembahasan kali
ini penulis akan memaparkan karakteristik KitabSunan Abī Dawud. Sebagaimana diketahui bahwa Kitab Sunan adalah
kitab yang disusun berdasarkan bab-bab hukum seperti taharah, salat, zakat yang
bersumber dari Nabi Muhammad Ṣalla Allah ‘Alaihy wa Sallam. Abu Dawud memilih
4.800 hadith yang dimuat di dalam kitanbnya itu (Sunan Abī Dāwud),
II.
Biografi
Abu DawudRaḥimahu
Allah
A.
Nama dan Kelahiran Abu DawudRaḥimahu
Allah
Nama lengkap Abu Dawud adalah Abu
Dawud Sulaiman bin al- Asy’athbin Isḥāq bin basyīr bin Syadad bin ‘Imrān Al-Azdyal-Sijistaniy.[1]Ia dilahirkan pada 202 H di
Sijistani.[2]Suatu
kota di Basrah. Sebagai ulama yang produktif, beliau selalu memanfaatkan
waktunya untuk menuntut ilmu dan beribadah. Namun sangat disayangkan, informasi
kehidupan Abu Dawud di masa kecil sangat sedikit. Sedangkan masa dewasanya
banyak riwayat yang mengatakan bahwa beliau termasuk ulama Hadith yang
terkenal.
Abu
Dawud terlahir di tengah keluarga yang agamis. Mengawali intelektualitasnya, ia
mempelajari al-Qur’an dan literatur (bahasa) Arab serta sejumlah materi lainnya
sebelum mempelajari Hadith, sebagaimana tradisi masyarakat saat itu. Dalam
usianya kurang lebih dua puluh tahun, ia telah berkelana ke Baghdad.[3]
Setelah
dewasa, beliau melakukan rihlah dengan intensif untuk mempelajari Hadith. Ia
melakukan perjalanan ke Hijaz, Syam, mesir, Irak, Jazirah Arab dan Khurasan untuk
bertemu ulama-ulama Hadith, antara lain Abu Amr Adh-Dharir, Al-Qa’nabiy, Abu
Al-Walid Ath-Thayalisiy, Sulaiman ibn Harb, Imam Ahmad ibn Hambal, dan
lain-lain.[4]
Pola
hidup sederhana tercermin dalam kehidupannya. Hal ini terlihat dari cara
berpakaiannya, yaitu salah satu lengan bajunya lebar dan satunya lagi sempit.
Menurutnya, lengan yang ini (lebar) untuk membawa kitab sedang yang satunya
tidak diperlukan, kalau lebar berarti pemborosan. Maka tidak heran jika banyak
ulama yang semasanya atau sesudahnya memberikan gelar sebagai orang yang Zuhud
(mampu meninggalkan hal-hal yang bersifat duniawi) dan Wara’ (teguh atau tegar
dalam mensikapi kehidupan).[5]
Abu
Dawud berhasil meraih reputasi tinggi dalam hidupnya di basrah, setelah basrah
mengalami kegersangan ilmu pasca serbuan Zarji pada tahun 257 H. gubernur
basrah pada waktu itu mengunjungi Abu Dawud di Baghdad untuk meminta Abu Dawud
pindah ke Basrah. Diriwayatkan oleh al-Kahttabi dari Abdillah bin Muhammad
al-Miski dari Abu Bakar bin Jabir (pembantu Abu Dawud), dia berkata: “Bahwa
Amir Abu Ahmad al-Muffaq minta untuk bertemu Abu Dawud, lalu Abu Dawud
bertanya: “Apa yang mendorong amir ke sini?”, Amir menjadi: “Hendaknya anda
mengajarkan Sunan kepada anakanakmu”. Yang kedua tanya Abu Dawud, Amir
menjawab: “Hendaknya anda membuat majlis tersendiri untuk mengajarkan Hadits
kepada keluarga khalifah, sebab mereka enggan duduk bersama orang umum”. Abu
Dawudmenjawab: “Permintaan kedua tidak bisa aku kabulkan, sebab derajat manusia
itu baik pejabat terhormat maupun rakyat jelata, dalam menuntut ilmu dipandang
sama”. Ibnu Jabir berkata: “Sejak itulah putera-putera khalifah menghadiri
majlis ta’lim, duduk bersama orang umum dan diberi tirai pemisah.”[6]
Atas
permintaan Gubernur Abu Ahmad tersebut, maka Abu Dawud pindah ke Basrah dan
menetap di sana hingga wafat. Pada tahun 275 H Abu Dawud al-Sijistaniy
menghembuskan nafas terakhirnya dalam usia 73 tahun atau tepatnya pada tanggal
16 syawal 275 H di Basrah.[7]
B.
Guru dan Murid Abu Dawud Raḥimahu
Allah
a.
Guru-gurunya :
Abu dawud meriwayatkan hadith
dari Abu Salamah At-Tabudzaki, Abul Walid Ath-Thayalasi, Muhammad bin Katsir
Al-Abdi, Muslim bin Ibrahim, Abu Umar Al-Haudhi, Abu Taubah Al-Halabi, Sulaiman
bin Abdirrahman Ad-Dimasyqi.
Juga, Said bin Sulaiman
Al-Wasithi, Shufyan bin Shaleh Ad-Dimasyqi, Abu Ja’far An-Nuqaili, Ahmad, Ali ,
Yahya, Ishaq, Qathn bin Nusair, dan masih banyak lagi, baik dari Irak,
Khurasan, Syam, mesir, Jazirah maupun dari daerah lain.
b.
Murid-muridnya:
Sebagaimana dikatakan
Al-Hafizh murid-muridnya antara lain: Abu Ali Muhammad bin Ahmad bin Amr
Al-Lu’lu’, Abu Ath-Thayib Ahmad bin Ibrahim bin Abdirrahman, Al-Asynani, Abu
Amr Ahmad bin Ali bin Al-Hasan Al-Bashri, Abu Said Ahmad bin Muhammad bin Ziyad
Al-A’rabi, Abu Bakar Muhammad bin Abdurrazaq bin Dassah, Abul Hasan Ali bin
Al-Hasan bin Al-Abd Al-Anshari, Abu Isa Ishaq bin Musa bin Said Ar-Ramali
Warraqah dan Abu Usamah Muhammad bin Abdil Malik bin Yazid Ar-Ruwas. Mereka
adalah perawi Kitab Sunan Abu Dawud dari Abu Dawud.
Sedang Abu Abdillah
Muhammad bin Ahmad bin Ya’qub Al-Mutusti Al-Bashari adalah perawi Kitab Ar-Rad
‘ala Ahl Al-Qadr dari imam Abu Dawud, Abu Bakar Ahmad bin Sulaiman
An-Najjar adalah perawi Kitab An-Nasikh wa Al-Mansukh, Abu Ubaid
Muhammad bin Ali bin Utsman Al-Ajari Al-Hafidz adalah perawi Kitab Al-Masā`il
darinya, dan Ismail bin Muhammad Al-Mudzaffar adalah perawi Musnad Malik
dari Imam Abu Dawud.
Termasuk muridnya juga
antara lain: Abu AbdurrahmanAn-Nasa`i, Abu Isa Ath-Tirmidzi, Harb bin Ismail
Al-Karmani, Zakaria As-Saji, Abu Bakar Ahmad bin Muhammad bin Harun Al-Khallal
Al-Hambali, Abdullah bin Ahmad bin Musa Abdan Al-Ahwazi, Abu Basyar Abu Bakar
bin Ahmad Ad-Dulabi, Abu Awwanah Ya’qub bin Ishaq Al-Asfarayini, Anak Abu Dawud
yang bernama Abu Bakar, Abu Bakar Abdullah bin Muhammad bin Abi Ad-Dunya.
Juga, Ibrahim bin
Humaid bin Ibrahim bin Yunus bin Al-Aquli, Abu Hamid Ahmad bin Ja’far
Al-Ashfahani, Ahmad bin Ma’la bin Yazid Ad-Dimasyqi, Ahmad bin Muhammad Yasin
Al-Harawi, Al-Hasan bin Syahib Asy-Syasyi, Al-Husain bin Idris Al-Anshari,
Abdullah bin Muhammad bin Abdil Karim Ar-Razi Ali bin Abd Ash-Shamad Na’imah,
Muhammad bin Makhlad Ad-Duri, Muhammad bin Ja’far bin Al-MustafadhAl-Faryabi, Abu Bakar
Muhammad bin Yahya Ash-Shuli dan masih banyak yang lain.[8]
C.
Karya-karya Abu DawudRaḥimahu
Allah
Di
antara karya-karya yang dihasilkan Abu Dawud adalah:[9]
a.
Al-Marasil,
kitab ini merupakan kumpulan Hadith-hadith mursal (gugurperawinya), yang
disusun secara tematik, adapun jumlah hadithnya adalah 6000 hadith
b.
Masail
al-Imam Ahmad
c.
Al-Naskh
wa al-Mansukh
d.
Risalah
fi Wasf Kitab al-Sunan
e.
Al-Zuhd
f.
Ijabat
al-Salawat al-‘Ajjuri
g.
As’illah
Ahmad bin Hanbal
h.
Tasmiyah
al-Akhwan
i.
Qaul
Adar
j.
Al-Ba’as
wa Al-Nusyur
k.
Al-Masa’il
allati Halaf ‘Alaihi Al-Imam Ahmad
l.
Dala’il
Al-Ansar
m.
Fadha’il
Al-Ansar
n.
Musnad
Malik
o.
Al-Du’a
p.
Ibtida’
Al-Wahyi
q.
Al-Tafarrud
fi Al-Sunan
r.
Akhbar
Al-Khawarij
s.
A’lam
Al-Nubuwwat
t.
Sunan
Abī Dawud.
Dari
karya-karya tersebut di atas, yang paling populer adalah KitabSunan Abu
Dawud. Menurut riwayat Abu Ali bin Ahmad bin ‘Amr Al-Lu’lui Al-Basri, seorang
ulama’ Hadith mengatakan: “Hadits telah dilunakkan Abu Dawud, sebagaimana besi
telah dilunakkan Nabi Daud”. Ungkapan tersebut adalah perumpamaan bagi seorang
ahli Hadith, yang telah mempermudahyang rumit dan mendekatkan yang jauh, serta
memudahkan yang sukar.[10]
III.
Kitab Sunan Abī Dawud
A.
Metodologi Sunan Abī Dawud
Abu Dawud
menjelaskan metode yang dia gunakan
dalam kitab sunan. Dia mengatakan : “
Saya menyebut hadith shahih dan yang serupa dengannya. Dan yang terlalu dha’if
akan saya jelaskan. Lebih lanjut beliau mengatakan : “ Dalam kitab sunan yang
saya susun ini tidak ada satu hadithpun yang berasal dari perawi yang mathruk.
Bila ada hadith munkar, maka saya akan menjelaskan bahwa hadith itu munkar.[11]
Diasebenarnya sudah
menulis hadith sebanyak 500.000 hadith. Dari sejumlah hadith itu, dia memilih
4.800 hadith yang dimuat di dalam kitanbnya itu (Sunan Abī Dāwud) jumlah
isinya secara terulang adalah 5.274 buah hadith.[12]
Dengan demikian abu
dawud mentakhrij dalam kitabnya itu yang shahih dan yang lainnya. Orang-orang
menerima baik dan memanfaatkan kitab itu serta memujianya.
Ibn al-A`raby
mengatakan: seandainya seseorang tidak memiliki ilmu kecuali mushaf dan kitab
ini, maka ia sudah tidak perlu mencari sumber lain.[13]Banyak
pakar yang memujinya. Oleh karena itu, kitab itu menempati posisi pertama
setelah Shahih Bukhari dan Shahih Muslim.
Kitab
Sunan menurut para ahli Hadith adalah kitab Hadith yang disusun berdasarkan
bab-bab fiqh, Kitab Sunan ini hanya memuat Hadith-hadith marfu’, tidak memuat
Hadith manquf atau maqtu’. Sebagaimana pernyataan Al-Khatani dalam kitab
Ar-Risalah Al-Mustatrafah: “Diantara kitab-kitab Hadith adalah kitab-kitab Sunan
yaitu kitab Hadith yang disusun menurut bab-bab fiqh, mula-mula dari bab
thaharah, shalat, zakat, dan sebagainya, dan di dalamnya tidak terdapat Hadith
mauquf.[14]
Metode
yang dipakai oleh Abu Dawud berbeda dengan metode yang dipakai oleh ulama-ulama
sebelumnya, seperti Imam Ahmad bin Hanbal yang menyusun kitab musnad dan Imam
Bukhari dan Muslim yang menyusun kitabnya dengan hanya membatasi pada
Hadith-hadith yang shahih saja. Adapun Abu Dawud menyusun kitabnya dengan
mengumpulkan Hadith-hadith yang berkaitan dengan hukum (Fiqh), dan dalam
menyusunnya berdasarkan urutan bab-bab fiqh. Hadith-hadith yang berkenaan
dengan fada’il al-Amal (keutamaan-keutamaan amal). Dan kisah-kisah tidak
dimasukkan dalam kitabnya.
B. Pendapat Para Imam Tentang Imam Abu Dawud
Di antara
pandangan positif para ulama terhadap Sunan Abī Dawud tersebut adalah :
a.
Al-Khattabi
berkata : “Ketahuilah, Kitab Sunan Abī Dawud
adalah sebuah kitab yang mulia yang belum pernah disusun oleh sesuatu kitab
yang lain yang menerangkan hadis-hadis hukum sepertinya. Para ulama menerima
baik kitab sunan tersebut, kerena ia menjadi hakim antara ulama dan para fuqaha’
yang berlainan mazhab. Kitab itu menjadi pegangan ulama
Irak, Mesir, Moroko, dan negeri lain”.
b.
Ibnu
Qayyim al-Jauziyah, menyatakan bahwa : “Kitab Sunan Abī Dawud memiliki
kedudukan tinggi dalam dunia Islam dan pemberi keputusan bagi perselisihan
pendapat.
c. Ibnu al-‘Arabi, mengatakan: “Apabila seseorang
sudah memiliki kitabullah dan Kitab
Sunan Abī Dawud, maka
tidak lagi memerlukan kitab yang lain”.
d. Imam al-Ghazali berkata: “Kitab Sunan Abī Dawud sudah
cukup bagi para mujtahid untuk mengetahui hadith-hadith hukum”.
Di samping ulama-ulama tersebut yang memberikan
penilaian baik atas kelebihan Kitab
Sunan Abī Dawud, ada
juga ulama hadith yang
mengkritik kelemahan yang terdapat di dalam Kitab
Sunan Abu Dawud
tersebut.
Di antara para ulama yang mengkritik itu adalah
seperti Ibnu Hajar al-Asqalani, Imam al-Nawawi dan Ibnu Taimiyah. Kritikan
tersebut meliputi:
a.
Tidak
adanya penjelasan tentang kualiti sesuatu hadis dan kualiti sanad (sumber,
silsilah dalam hadisnya). Sementara yang lainnya disertai dengan penjelasan.
b.
Adanya
kemiripan Abu Dawud
dengan Imam Hambali dalam hal bertoleransi terhadap hadis yang dha’if yang mana
sebilangan kalangan ulama yang lain menilai hadis tersebut sebagai dha’if.
c.
Kritik
juga dilakukan oleh Ibnu al-Jauzi, seorang tokoh ahli hadis bermazhab Hambali
yang telah melakukan penelitian terhadap kitab Sunan Abu Dawud, dan beliau
menemukan hadis yang maudhu’ (palsu) sebanyak sembilan hadis. Namun kritikan
tersebut telah dibahas kembali oleh Jalaluddin al-Suyuti dalam kitabnya
al-la’ali al-Masnu’ah fi Ahadis al-Maudhu’ah dan Ali bin Muhammad bin Iraq
al-Kunani di dalam kitabnya Tanjih al-Syari’ah al-Maudhu’ah. Dalam kitab tersebut
dijelaskan kembali hadis-hadis yang dikritik oleh Ibnu al-Jauzi.[15]
IV.
Kesimpulan
Nama
lengkap Abu Dawud adalah Abu Dawud Sulaiman Bin al- Asy’as Bin Ishaq Al-Azdy
al-Sijistaniy. Ia dilahirkan pada 202 H di Sijistani. Suatu kota di Basrah.
Sebagai ulama yang produktif, beliau selalu memanfaatkan waktunya untuk
menuntut ilmu dan beribadah. Namun sangat disayangkan, informasi kehidupan Abu
Dawud di masa kecil sangat sedikit. Sedangkan masa dewasanya banyak riwayat
yang mengatakan bahwa beliau termasuk ulama Hadith yang terkenal.
Diasebenarnya sudah
menulis hadith sebanyak 500.000 hadith. Dari sejumlah hadith itu, dia memilih
4.800 hadith yang dimuat di dalam kitanbnya itu (Sunan Abī Dāwud) jumlah
isinya secara terulang adalah 5.274 buah hadith.
Kitab
Sunan menurut para ahli Hadith adalah kitab Hadith yang disusun berdasarkan
bab-bab fiqh, Kitab Sunan ini hanya memuat Hadith-hadith marfu’, tidak memuat
Hadith manquf atau maqtu’. Sebagaimana pernyataan Al-Khatani dalam kitab
Ar-Risalah Al-Mustatrafah: “Diantara kitab-kitab Hadith adalah kitab-kitab
Sunan yaitu kitab Hadith yang disusun menurut bab-bab fiqh, mula-mula dari bab
thaharah, shalat, zakat, dan sebagainya, dan di dalamnya tidak terdapat Hadith
mauquf.
Daftar Pustaka
Asy’ath, Abu Dawud Sulaiman ,Sunan Abī Dawud, Pakis:
Dār al-Fikr, 2011.
Azami, Mustafa, Ilmu Hadits, terj.,
Jakarta: Lentera, 1995.
Farid, Syaikh Ahmad, 60 Biografi Ulama Salaf, Jakarta
Timur: Pustaka Al-Kautsar, 2012.
Khathib, (al) Muhammad ‘Ajjaj, Ushūl al Hadīts,
terj. Qodirun, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2003.
Mudasir,
Ilmu Hadits, Bandung: Pusaka Setia, 1999.
[2]Muhammad ‘Ajjaj al Khathib, Ushūl al Hadīts,
terj. Qodirun, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2003), 287.
[3]Mudasir, Ilmu Hadits,
(Bandung: Pusaka Setia, 1999, 110.
[4]Al Khathib, Ushūl al Hadīts, terj. Qodirun,
287.
[6]Ibid.
[7]Al Khathib, Ushūl al Hadīts, terj. Qodirun,
287.
[8]Syaikh Ahmad Farid, 60 Biografi Ulama Salaf, (Jakarta
Timur: Pustaka Al-Kautsar, 2012), 537-538.
[9]Mustafa Azami, Ilmu Hadits,
terj., (Jakarta: Lentera, 1995), 142.
[10]Ibid., 142.
[11]Al Khathib, Ushūl al Hadīts, terj. Qodirun,
287.
[12]Ibid., 287.
[13] Ibid., 288.
[14]Mustafa Azami, Ilmu Hadits,
143.
[15]Farid, 60 Biografi Ulama Salaf, Jakarta Timur:
Pustaka Al-Kautsar, 539.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar